1/04/2009

Via

Tanggal 27 Mei 2003 adalah hari pertama kisah "Nita, Kolegaku" ditampilkan di 17Tahun.com. Siang itu saya membuka email, aperfecthuman2002@yahoo.com. Sedikitnya ada 2 (dua) email baru yang berhubungan dengan kisah di atas. Pertama dari orang yang mengaku Eko. Dia menawarkan untuk berbagi "teman-teman" saya kepadanya, atau tukar pasangan dengan pasangannya. Dengan tawarannya itu saya menolaknya dengan halus. Bahwa hal itu tidak mungkin saya lakukan, karena saya sudah komitmen untuk menjaga privasi mereka. Melalui tulisan ini sekali lagi saya mohon maaf kepada Mas Eko.

Surat ke-2 adalah dari Ibu Lilis (bukan nama yang sebenarnya). Alangkah baiknya kalau isi suratnya saya sampaikan, karena dengan suratnya itu, kami pada tanggal 31 Mei 2003 telah melakukan skandal seks. Saya pun minta ijin kepada beliau untuk menampilkan kisahnya di 17Tahun.com dan beliau setuju saja asalkan namanya disamarkan.

*****

"Hallo Mas Rudy, nama saya Lilis, tinggal di Semarang. Umur saya 35 tahun, suami saya 38 tahun, dan saya mempunyai seorang anak yang baru masuk kuliah di ITB Bandung. Saya harap Mas Rudy juga mau menolong saya.

Yang menjadi permasalahan bagi saya adalah suami saya sering di luar kota karena profesinya sebagai seorang wirausahawan. Di rumah, saya sering hanya ditemani para pembantu. Keseharian saya sering diisi dengan aktivitas aerobik sendiri di rumah, membaca-baca majalah, melihat televisi, atau sekedar merapikan taman. Selain dari itu saya lebih sering melamun, dan akhirnya merasa gelisah, ada sesuatu yang kurang. Kebutuhan biologis saya kurang terpenuhi.

Belakangan saya membaca tulisan di majalah tentang pornografi di internet. Berkali-kali saya baca tulisan itu sebelum kuputuskan untuk mencoba bermain internet. Dan akhirnya sekarang saya mempunyai kebiasaan baru, mengunjungi warnet tiap hari. Yang saya cari adalah situs-situs porno. Saya juga mencari-cari film-film porno hasil downloud di komputer yang saya pakai. Sekitar satu bulan saya biasa berkunjung ke warnet-warnet dan pagi ini saya membaca kisah Saudara di 17Tahun.com.

Dengan kisah saya di atas, sekali lagi saya mohon Mas Rudy dapat menolong saya. Apa yang harus saya lakukan kemudian? Tolong hubungi saya langsung di 08x xx xx."

Surat Ibu Linda tidak segera saya balas. Sore harinya saya menelponnya langsung lewat wartel.
"Hallo. Bisa bicara dengan Ibu Linda?", saya menyapanya.
"Iya. Saya sendiri. Ini dengan siapa ya?", jawabnya.
"Saya Rudy. Maaf. Apa benar Ibu mengirimi saya email pagi tadi?", tanya saya.
"Ooo. Ini Mas Rudy? Mas Rudy bisa menolong saya?", tanyanya lagi.
"Saya bersedia Bu. Sekarang Ibu di mana?", kataku.
"Saya sedang di rumah.", jawabnya.
"Alamat Ibu? Nomor telepon rumah? Atas nama siapa?", saya menanyakan beberapa data penting untuk saya ketahui.
Ibu Linda menyebutkan sebuah alamat dan nomor telepon beserta nama pendaftarnya.
"Terima kasih Bu. Nanti saya hubungi lagi.", kataku kemudian.

Saya pinjam buku telepon yang ada di wartel. Data yang Ibu Linda berikan saya periksa untuk meneliti keasliannya. Dan ternyata, saya menemukannya, cocok. Saya menghubungi beliau lagi, tetapi dengan nomor telepon rumahnya.
"Hallo. Bisa bicara dengan Ibu Linda?", saya kembali menyapanya.
"Iya. Saya sendiri. Ini Mas Rudy ya?", tanyanya.
"Betul Bu. Maaf. Saya harus menanyakan data-data penting di atas. Saya harap Ibu tidak tergesa-gesa. Saya lihat dulu agenda saya minggu ini. Nanti kalau ada waktu luang, Ibu saya hubungi lagi.. Bagaimana?", kata saya.
"Saya tunggu Mas Rudy. Minggu ini saya tidak ada acara khusus.", jawabnya.
"Kalau begitu, cukup sekian Bu.", kata saya lagi.
"Iya. Terima kasih Mas Rudy.", katanya menutup pembicaraan kami.

Malam harinya saya survey alamat yang diberikan oleh Ibu Linda. Cukup lama saya mondar-mandir sebelum akhirnya ketemu. Kebetulan di depan rumahnya ada sebuah warung, saya mampir.
"Teh hangat Pak!", kata saya pada pemilik warung.
Sambil menunggu minuman, saya menyantap jajanan yang terhidang di meja.
"Pak, itu rumah pejabat ya?", tanya saya menyelidik.
"Bukan Mas. Itu rumah Pak Wandi, pengusaha sukses.", jawab pemilik warung.
Ternyata Ibu Linda memberikan informasi yang benar.
"Anaknya berapa Pak? Rumahnya besar sekali.", tanya saya lagi.
"Cuma satu. Kuliah di ITB. Ibu Linda, istrinya, sekarang sendirian di rumah, kasihan. Soalnya Pak Wandi sering ke luar kota.", katanya lagi menerangkan.
"Ooo. Begitu.", kataku singkat.
Saya menghentikan percakapan karena tujuan saya sudah tercapai. Setelah makan dua buah jajan dan minum teh hangat, saya segera membayarnya dan pamitan.
"Pamit dulu Pak.", kata saya sambil keluar.
"Iya. Terima kasih.", jawab pemilik warung.

Esok harinya saya langsung menghubungi Ibu Linda.
"Hallo?", saya memberi salam.
"Hallo.", jawab penerima telepon.
"Selamat Pagi Bu.", sapa saya setelah tahu yang menjawab adalah Ibu Linda.
"Mas Rudy ya? Bagaimana? Sudah menemukan hari dan waktu luang untuk saya?", tanya beliau bersemangat.
"Sudah Bu. Hari Sabtu besok, tanggal 31. Sepanjang hari. Kita ketemu di mana?", jawab saya seraya bertanya.
"Terserah Mas Rudy aja. Kan Mas Rudy sudah pengalaman?", katanya balik bertanya.
"OK. Kita ketemu di Rumah Makan "X" pukul 08.00 WIB. Bagaimana saya dapat mengenal Ibu?", saya bertanya lagi.
"Mas Rudy akan mudah mengenali saya. Tinggi badan saya 165 cm. Tubuh saya cukup langsing. Rambut saya hitam sebahu. Saya akan memakai celana "kulot" warna cream dan baju putih. Saya juga akan memakai kacamata hitam. Mobil saya sedan Toyota Soluna warna hijau.", katanya menjelaskan lagi.
"OK. Sampai hari Sabtu.", kata saya menutup pembicaraan.

Hari Sabtu 31 Mei pagi pukul 07.30 WIB, saya sudah berada di Warung Makan "X". Saya sengaja duduk di bagian depan sehingga dapat melihat ke areal parkir. Setelah menunggu sekitar 30 menit, saya melihat sedan Toyota Soluna masuk ke tempat parkir. Seorang wanita muda keluar dengan ciri-ciri seperti yang Ibu Linda gambarkan. "Ibu Linda" masuk ke Warung Makan "X", segera saya sambut.
"Maaf. Ini Ibu Linda?", sapa saya.
"Iya. Apa saya mengenal Anda?", tanya beliau serius.
"Saya Rudy. Kita janjian bertemu di sini.", saya menjelaskan.
Sejenak dia agak heran. Mungkin dia tidak pernah membayangkan seorang Rudy seperti saya. Saya memang tidak terlalu tampan. Tinggi badan saya 168 cm, dan berat badan saya sekitar 80 kg. Tanpa menunggu lama, segera saya ajak beliau ke tempat saya tadi.
"Silahkan duduk Bu.", ajak saya.
"Terima kasih.", katanya singkat.
"Maaf. Apakah Ibu kecewa dengan saya?", saya mencoba menebak.
"Saya kira tidak. Tadi saya hanya kaget, saya sudah bertemu dengan Anda. Dan saya tidak menyesal meskipun Anda nanti berkhianat. Saya sudah muak dengan suami saya.", dia mencoba bercerita lebar.
Saya segera memotong kata-katanya, "Ceritanya nanti saja. Mau sarapan apa?"
"Lemon tea dan roti bakar selai nanas.", jawabnya.
Selama 30 menit, kami makan. Kami melakukan pembicaraan ringan tentang berbagai hal. Beliau sudah mulai terbiasa dengan saya.

Tepat pukul 08.45 WIB kami menuju rumahnya. Beliau mengajak saya bermain di rumahnya karena katanya cukup aman. Setelah 30 menit kami hampir sampai di rumahnya. Ketika tiba di jalan yang cukup sepi, mobil berhenti dan saya diminta pindah ke belakang dan bersembunyi di bawah. Lucu juga, pikirku. Dan ketika mobil sudah sampai di garasi, saya tidak segera diminta keluar, tetapi menunggu sebentar.
"Sekarang Mas! Mereka sudah kusuruh keluar untuk membeli sesuatu.", ajaknya kemudian.
Dengan tergesa saya segera diminta masuk ke sebuah kamar.

Setelah menunggu 15 menit, Bu Linda masuk ke kamar.
Beliau mendekati saya dan berbisik ke telinga, "Mas Rudy, tolong jangan berisik! Nanti mereka bisa tahu."
Saya menjawabnya dengan mengangguk. Ibu Linda segera melepas pakaiannya hingga bugil. Tubuh Bu Linda langsing dan kelihatan cukup kencang. Buah dadanya pun menantang ke depan. Tanpa berkata apapun beliau mendekati saya dan membuka satu per satu pakaian saya. Saya diminta terlentang di spring bed. Beliau langsung menikmati tubuh saya. Saya mengimbanginya. Saya kembali melakukan strategi-strategi saya seperti ketika bermain dengan yang lain. Namun saya menjumpai hal yang berbeda dengan "teman-teman" saya selama ini. Ibu Linda memposisikan sebagai pihak yang aktif namun melakukannya dengan "penuh penghayatan". Beliau sedikitpun tidak terlihat agresif, hanya penekanan-penekanan yang sesekali saya rasakan ketika menjelang orgasme. Beliau juga melakukannya dengan berbagai variasi posisi. Kami melakukannya selama 2 jam nonstop, hanya diselingi "pengambilan nafas". Permainan berakhir ketika saya "dipaksa" orgasme, setelah melewati fase "kosong". Nampak sekali kepuasan pada wajah Bu Linda ketika beliau "istirahat". Wajahnya terlihat tersenyum ceria, meski matanya terpejam. Beliau langsung tertidur dengan lelap. Saya pun mencoba tidur.

Sekitar pukul 13.00 WIB Bu Linda terbangun. Saya yang masih terlelap, langsung "dikerjain" lagi, saya pun bangun. Beliau pun mengulangi permainannya, meski hanya 30 menit. Beliau tidak langsung tidur sebagaimana tadi, namun bangun dan menuju kamar mandi. Saya diajaknya mandi bersama. Setelah selesai mandi, beliau keluar sebentar. Sebentar kemudian beliau datang sambil berbisik, "Ayo!" Aku mengikurinya menuju garasi dan masuk ke mobil.

Dengan "aman", Bu Linda berhasil mengantarkan saya ke tempat yang saya minta. Kata beliau, para pembantunya lagi tidur siang. Tidur siang? Sebelum berpisah beliau menanyakan bagaimana beliau dapat menghubungi saya ketika membutuhkan. Kali ini saya memberinya nomor HP.

Ketika beliau sudah meninggalkan saya, kurogoh saku celana yang menebal. Saya dapatkan beberapa lembar uang seratur ribu rupiah dan secarik kertas yang bertuliskan: "MAAF, KALAU PEMBERIAN SAYA KURANG, SILAHKAN HUBUNGI SAYA, NANTI SAYA TAMBAH". Kertas itu saya buang dan saya tidak menghubunginya untuk minta tambah karena saya bukan gigolo.

*****

Itulah kisah nyata saya yang baru saja saya alami bersama Ibu Linda (bukan nama yang sebenarnya) pada tanggal 31 Mei 2003.

Ibu Linda, meskipun Anda sudah muak dengan suami Anda dan tidak peduli lagi kalau saya membuka rahasia Anda, saya tidak akan melakukan hal itu. Percayalah. Tulisan ini pun saya tampilkan setelah meminta ijin kepada Anda. Saya menyarankan agar Anda tidak perlu mempromosikan saya kepada teman-teman Anda karena mereka akan mengetahui skandal kita. Kalau boleh saya memberi saran, perbaikilah hubungan Anda dengan suami Anda sehingga Anda tidak perlu melakukannya lagi dengan saya.

E N D

Baca Cerita Lucu di Sini

0 comments: